PEMERINTAH DIMINTA TINJAU PP NO. 47-2008
Komisi X DPR RI meminta Pemerintah untuk meninjau kembali PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. PP tersebut belum selaras dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi X Heri Akhmadi (F-PDI Perjuangan) saat mengunjungi SD Pajagalan Bandung, Senin (8/3) dalam serangkaian kunjungan kerja Komisi X DPR ke Provinsi Jawa Barat.
Dalam Undang-undang Sisdiknas Pasal 9 dikatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Dan Pasal 46 ayat 1 (satu) menyebutkan bahwa sumber pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Sementara PP 47/2008 Pasal 9 ayat 1 (satu) menyebutkan Pemerintah dan Pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Dalam implementasinya di lapangan ternyata ada masalah dalam hal penerimaan bantuan dari orang tua murid/wali. Keluhan ini disampaikan Kepala Sekolah SD Pajagalan bahwa PP tersebut menyulitkan pihak sekolah dalam menerima bantuan sularela yang diberikan orang tua murid.
Kepala Sekolah SD Pajagalan Mamit Rosmiadi mengatakan, SD Pajagalan merupakan salah satu sekolah dasar berstandart nasional (SBN). Pihak sekolah selalu berupaya untuk meningkatan sarana, prasarana dan kualitas pendidikan sehingga dapat diusulkan menjadi Sekolah Berstandar Internasional (SBI).
Namun kendalanya, kata mamit, ruang kelas yang ada sekarang ini masih belum mencukupi dan direncanakan ada penambahan dua kelas lagi. “Jika ada orang tua murid yang ingin berpartisipasi memberikan bantuan kami tidak berani menerimanya,” katanya.
Begitu juga dengan kondisi laboratorium komputer, saat ini SD Pajagalan memiliki 40 unit komputer. Dari jumlah tersebut yang dapat beroperasi hanya 14 unit karena komputer yang lain rusak sementara sekolah tidak memiliki dana untuk memperbaikinya.
Kerusakan ini tentunya mengganggu proses belajar mengajar karena dengan jumlah yang ada, dipakai praktikum untuk seluruh murid yang ada. Padahal dalam hal ini orang tua murid banyak yang menawarkan dengan sukarela untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.
Selain ke SD Pajagalan, Tim Kunker Komisi X DPR juga meninjau SMPN 7, SMAN 3 dan SMKN 9. Sekolah-sekolah yang dikunjungi tersebut merupakan sekolah unggulan yang ada di Bandung.
Seperti SMN 3 merupakan sekolah dengan segudang prestasi, tidak terhitung banyaknya jumlah piagam yang diterima, sehingga tidaklah heran jika sekolah tersebut mencetak siswa siswi unggulan. Lulusan dari SMA tersebut kebanyakan diterima di ITB maupun di Universitas Pajajaran Bandung.
Begitu halnya dengan SMKN 9, sekolah kejuruan ini mempersiapkan lulusannya untuk menjadi murid yang siap kerja. Berbagai pendidikan keterampilan diajarkan pada sekolah ini dari jurusan Tata Boga, Tata Busana, Kepariwisataan.
Heri mengatakan, seharusnya pendidikan kejuruan di Indonesia harus menjadi prioritas untuk dapat mencetak murid yang dapat berwiraswasta. Disadarinya, pendidikan kejuruan belum menjadi pilihan favorit bagi siswa-siswa kita. Di Indonesia pendidikan kejuruan ini hanya mencapai 25 persen sedang 75 persen pendidikan umum. Sementara di Singapura kebalikan dengan Negara kita 75 persen pendidikan kejuruan dan 25 persen pendidikan umum.
Heri berharap siswa-siswa kita semakin banyak yang berminat untuk masuk sekolah kejuruan dan dia juga berharap lulusan SMK ini dapat bersaing dengan pengusaha-pengusaha catering maupun pengusaha garment yang semakin maju dan berkembang.
Peluang di bidang ini semakin hari semakin berkembang pesat dengan banyaknya usaha bakery ternama dan dia berharap siswa-siswa ini dapat menangkap peluang yang ada. (tt)